Sabtu, 11 Januari 2014

ASKEP ARITMIA JANTUNG



A.  Pengertian
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).

Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi selsel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994).
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
B.   Etiologi
1.      Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
2.      Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3.      Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya.
4.      Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
5.      Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
6.      Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7.      Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis).
8.      Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
9.      Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.
10.  Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung).
C.   PATOFISIOLOGI
Apabila terjadi perubahan tonus susunan saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi aritmia
1.      Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan delayed after-depolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah sebuah potensial aksi, Apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus simpatis misalnya pada gagal jantung atau terjadi penghambatan aktivitas sodium-potassium-ATP-ase misalnya pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau hipomagnesemia atau terjadi reperfusi jaringan miokard yang iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka keadaan-keadaan tersebut akan mnegubah voltase kecil ini mencapai nilai ambang potensial sehingga terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang dinamakan “trigger impuls” Trigger impuls yang pertama dapat mencetuskan sebuah trigger impuls yang kedua kemudian yang ketiga dan seterusnya samapai terjadi suatu iramam takikardai.
2.      Gangguan konduksi
a.      re-entry
Bilamana konduksi di dalah satu  jalur tergaggu sebagai akibat iskemia atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur tersebut akan berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap berjalan seperti semula bahkan dapat berjalan secara retrograd masuk dan terhalang di jalur A. Apabila beberapa saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A atau masa refrakter sudah lewat maka gelombang depolarisasi dari jalur B akan menembus rintangan jalur A dan kembali mengaktifkan jalur B sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau reentri loop. Gelombang depolarisasi yang berjalan melingkar ini bertindak sebagai generator yang secara terus-menerus mencetuskan impuls. Reentri loop ini dapat berupa lingkaran besar melalui jalur tambahan yang disebut macroentrant atau microentrant.
b.      Concealed conduction (konduksi yang tersembunyi)
Impuls-impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat menghambat dan menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini disebut concealed conduction. Contoh concealed conduction ini ialah pada fibrilasi atrium, pada ekstrasistol ventrikel yang dikonduksi secara retrograd. Biasanya gangguan konduksi jantung ini tidak memiliki arti klinis yang penting.
c.       Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi sehingga dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan konduksi pada perinodal zpne di nodus SA); blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch block=BBB) yang dapat terjadi di right bundle branch block atau left bundle branch block.
D.  Manifestasi klinis
1.      Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2.      Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
3.      Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.
4.      Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5.      Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
E.  Pemeriksaan Penunjang
1.      EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2.      Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3.      Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup .
4.      Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5.      Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
6.      Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7.      Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8.      Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9.      Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10.  GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
F.   Penatalaksanaan Medis.
1.      Terapi medis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a.      Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
1)      Kelas 1 A
a)      Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
b)       Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
c)       Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
2)      Kelas 1 B
a)      Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
b)      Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
3)      Kelas 1 C Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
4)      Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi.
5)      Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT berulan
6)      Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker) Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia.
b.      Terapi mekanis
1)      Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2)      Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3)      Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4)      Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
G.  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.      Riwayat penyakit
1)      Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi.
2)      Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
3)      Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.
4)      Kondisi psikososial
b.      Pengkajian fisik
1)      Aktivitas : kelelahan umum.
2)      Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
3)      Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
4)      Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit.
5)       Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
6)      Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.
7)      Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
2.    Diagnosa Keperawatan Dan Fokus  Intervensi
a.      Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
§  Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
§  Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia.
§  Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi
1)      Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris
2)      Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
3)      Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
4)      Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok.
5)      Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
6)      Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi.
7)      Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD.
8)      Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9)      Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.
10)  Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
11)  Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi.
12)  Siapkan untuk bantu kardioversi elektif.
13)  Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
14)  Masukkan/pertahankan masukan IV - Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
15)   Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator
b.      Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatanberhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisimedis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil  :
§  Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
§  Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat
Intervensi :
1)      Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.
2)      Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga.
3)      Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
4)      Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan.
5)      Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan.
6)      Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein.
7)      Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang.
8)      Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat.
9)      Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
10)  Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu


DAFTAR PUSTAKA
Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.
Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi, EGC, Jakarta.
Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.
 Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.


0 komentar:

Posting Komentar

Loading