Sabtu, 11 Januari 2014

IMUNISASI

1.     Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten (Depkes RI, 2005).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat.A.A, 2009).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).

2.     Manfaat dan Tujuan Imunisasi
Manfaat imunisasi dan tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan tubuh pada bayi dari penyakit-penyakit tertentu.
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005).
Tahun 1997 Depkes telah mencanangkan program pengembangn imunisasi (PPI) Yang menunjukkkan agar semua anak mendapat imunisasi terhadap tujuh peyakit yaitu: hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, pertusis ,dan tbc.
3.     Jenis Imunisasi
Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahan tubuh secara sendiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah, pertahanan tubuh tersebut meliputi pertahanan nonspesifik dan pertahanan spesifik, proses pertahanan tubuh pertamakali adalah pertahan tubuh nonspesifik seperti komplemen dan makrofag dimana komplemen dan makrofag ini yang pertama kali akan memberikan peranketika ada kuman yang masuk kedalam tubuh (Agloocon, 2009).
Imunisasi dibagi 2 yaitu (Agloocon, 2009):
1)         IMUNISASI AKTIF
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami resi imonologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkan sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon.
Kekebalan aktif terjadi bila seseorang membentuk sistem imunitas dalam tubunya. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi secara alamiah oleh bibit penyakit atau terinfeksi secara buatan saat diberi vaksin.
Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah memerlukan waktu sebelum si penderita mampu membentuk antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang menyerang. Keuntungannya, daya imunitas dapat bertahan lama bahkan bisa seumur hidup.
                   Imunitsasi aktif dibagi 2 yaitu:
a.    IMUNITAS AKTIF ALAMIAH
Pada saat tubuh kita dimasuki bibit penyakit, terjadi suatu mekanisme pembentukan sisitem pertahanan tubuh yang spesifik terhadap bibit penyakit yang menyerang. Dengan demikian bila bibit penyakit itu mencoba kembali menyerang, tubuh sudah siap dengan pertahanannya.
b.    IMUNITAS AKTIF BUATAN (DIDAPAT)
Prinsip dari imunitas aktif didapat ini diambil dari imunitas aktif alamiah. Bedanya kita menyajikan bibit penyakit atau bagian daripadanya agar tubuh membentuk sistem imunitas spesifik sebelum bibit penyakit itu benar-benar datang. Inilah yang disebut vaksinasi.
Keuntungan sari pemberian vaksianasi ini adalah kita dapat mengontrol agar masuknya bibit penyakit (agen) tidak sampai menimbulkan penyakit yang parah pada diri sipenerima. Walau mungkin tidak sengaja dalam keadaan normal kekebalan taubuh dapat terbentuk.
2)         IMUNISASI PASIF
Merupakan pemberian zat imonoglobulin yaitu suatu at yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
Kekebalan pasif terjadi bila seseorang mendapat daya imunitas dari luar dirinya. Kekebalan seperti ini bisa didapat langsung dari luar atau secara alamiah (bawaan).
Keunggulan dari kekebalan pasif adalah langsung dapat  dipergunakan tanpa menunggu tubuh penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak dapat berlangsung lama. Kekebalan seperti ini memang biasanya hanya bertahan beberapa minggu atau bulan saja.


a.    IMUNITAS PASIF ALAMIAH
Pada saat seorang bayi lahir kedunia, ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh bawaan dari ibunya. Inilah yang kita sebut dengan kekebalan pasif alamiah. Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada kekebalan yang dipunyai oleh ibunya. Misalnya bila ibu mendapat imunisasi tetanus pada saat yang tepat dimasa kehamilan, maka anak memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk terlindung dari infeksi tetanus disaat kelahirannya.
Imunitas ibu yang dibekali pada sibuah hati antara lain imunitas terhadap difteri dan campak.
b.    IMUNITAS PASIF DIDAPAT
Pada keadaan ini imunitas didapat dari luar misalnya pemberian serum anti tetanus. Kelebihannya dapat langsung digunakan tubuh untuk melawan penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini mempunyai waktu efektif yang pendek.

4.     LIMA IMUNISASI DASAR LENGKAP
1.       Vaksin Hepatitis B PID (Prefill Injection Device)
a.    Deskripsi :
Vaksin Hepatitis B-PID adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non infeksius, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan tehnologi DNA recombinan.
(Vademecum Bio Farma Jan 2002)
b.    Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan virus Hepatitis B
c.    Cara pemberian dan dosis :
1)    Vaksin disuntikkan dengan 1 (buah) HB PID, pemberian suntikan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
2)    Pemberian sebanyak 1 dosis
3)    Dosis diberikan pada usia 0-7 hari
d.    Efek samping :
Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
e.    Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan pada penderita infeksi berat yang disertai kejang

2.       Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
a.    Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.
b.    Cara pemberian dan dosis :
1)    Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml).
2)    Dosis pemberian : 0,05 ml sebanyak 1 kali.
3)    Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
c.    Kontraindikasi :
1)    Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya.
2)    Mereka yang sedang menderita TBC.
d.    Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang akan berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.

3.       Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine = OPV)
a.    Deskripsi :
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspense virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa (Vademecum Bio Farma Jan 2002).
b.    Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis
c.    Cara pemberian dan dosis :
1)    Diberikan secara oral (melaalui mulut), 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebaanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu
2)    Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
d.    Efek Samping :
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1000.000; Bull WHO 66 : 1988)
e.    Kontraindikasi :
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh

4.       Vaksin DPT-HB
a.    Deskripsi :
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid dipteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktivasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin yang mengandung HBsAg murni dan bersifat non infectious (Vademecum Bio Farma Jan 2002).
b.    Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit dipteri, tetanus, pertusis dan Hepatitis B
c.    Cara pemberian dan dosis :
1)    Pembeerian dengan cara intramuscular, 0,5 ml sebanyak 3 dosis
2)    Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan).

5.       Vaksin Campak
a.    Deskripsi :
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infektif unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erithromycin.
(Vademecum Bio Farma Jan 2002)
b.    Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak
c.    Cara Pemberian Dan Dosis :
1)    Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut
2)    Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan
d.    Efek Samping :
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi
e.    Kontraindikasi :
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderiat gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma.


TEKNIK MOP DAN MOW



A.    Teknik MOP / Vasektomi
Berbagai tehnik MOP mulai dari yang konvensional sampai VTP (Vasektomi Tanpa Pisau) dan implikasi lainnya telah dikembangkan dan ditetapkan bagi akseptor KB pria di Indonesia yang mana setiap tehnik mempunyai keunggulan masing-masing. Adapun tehnik-tehnik tersebut adalah :
1)      Tehnik konvensional/tehnik standar
Tehnik konvensional yang lazim dilakukan dengan cara memotong pipa saluran sel benih, kemudian mengikat kedua ujung potongannya. Karena pipa alat ini ada pada kedua belah sisi buah zakar, pemotongan dilakukan pada kedua belah sisi. Caranya, dengan membius lokal dengan suntikan pada kulit sebelah pinggir kantong buah zakar setelah meraba lokasi pipa sel benihnya. Pada bagian ini diinsisi beberapa centimeter untuk menemukan sang pipa. Pipa lalu ditarik keluar dan dipotong kemudian masing-masing ujung pipanya diikat, lalu masukan kembali kedalam kantung zakar. Bekas luka insisi dijahit dan selesai sudah. Prosesnya kira-kira 20 menit untuk kedua sisi buah zakar. Prosedur vasektomi meliputi beberapa langkah tindakan:
1.      Identifikasi dan isolasi vas deferens.
a.        Kedua vas deferens merupakan struktur paling padat di daerah mid-scrotum, tidak berpulsasi (berbeda dengan pembuluh darah)
b.        Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan-keadaan:
·          Kulit scrotum tebal
·          Vas deferens yang sangat tipis
·          Spermatic cord yang tebal
·          Testis yang tidak turun                     
c.        Kedua vas deferens harus diidentifikasi sebelum meneruskan prosedur vasektomi
d.       Dilakukan immobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan jari telunjuk atau dengan memakai klem
e.        Dilakukan penyuntikan anestesi lokal
2.      Insisi scrotum
a.       vas deferens yang telah di immobilisasi didepan scrotum hanya ditutupi oleh otot dartos dan kulit scrotum.
b.      Insisi, horizontal atau vertical, dapat dilakukan secara:
·          Tunggal, digaris tengah (scrotal raphe).
·          Dua insisi, satu insisi diatas masing-masing vas deferens.
3.          Memisahkan lapisan-lapisan superficial dari jaringan-jaringan sehingga vas deferens dapat di isolasi.
4.      Oklusi vas deferens
a.       umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1-3 cm), yang harus dilakukan jauh dari epididimis.
b.      Ujung-ujung vas deferens setelah dipotong dapat ditutup dengan:
·          Ligasi
Dapat dilakukan dengan chromic catgut (ini yang paling sering dilakukan)
Dapat pula dengan benang yang tidak diserap (silk), tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan iritasi jaringan atau granuloma.
Ligasi tidak boleh dilakukan terlalu kuat sampai memotong vas deferens, karena dapat menyebabkan spermatozoa merembes ke jarinag sekitarnya dan terjadi granuloma.
Untuk mencegah kedua ujung vas deferens agar tidak menyambung kembali (rekanalisasi), ujung vas deferens dapat dilipat kebelakang lalu diikatkan/dijahitkan pada dirinya sendiri, atau fascia dari vas deferens dapat ditutupkan diatas satu ujung sehin gga terdapat satu barrier dari jaringan fascia, atau ujung vas deferens ditanamkan ke dalam jaringan fascia.
·          Elektro-koagulasi/Thermo-koagulasi
·          Clips
Masih dalam fase eksperimental.
Keuntungan clips:
§   Lebih cepat dibandingkan ligasi
§   Lebih mudah memperhitungkan tekanan yang diperlukan untuk aplikasi dibandingkan dengan ligasi.
§   Tantalum, bahan clips, tidak diserap dan biologisnert.
§   Potensi reversibilitas besar.
Umumnya dipasaang 2-3 clips pada masing-masing vas deferens.
5.          Penutupan luka insisi
a.  dilakukan dengan catgut, yang kelak akan diserap.
b.      Pada insisi 1cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja

2)      Teknik tanpa pisau/biasa dikenal tehnik VTP (Vasektomi Tanpa Pisau)
Vasektomi tanpa pisau, adalah suatu tehnik bedah minor tanpa menggunakan pisau bedah. Kantung buah zakar (skrotum) dilakukan pembiusan lokal, kemudian dibuat lobang (on hole) kurang lebih 2-3 cm dibawah pangkal zakar (penis), saluran benih dipotong 0,5-1 cm dan diikat pada ujungnya. Luka operasi tanpa dijahit, hanya ditutup dengan tensoplast (band aid). Proses tindakan vasektomi hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit bila dilakukan dengan tenaga dokter yang terlatih atau kompeten. Tindakan MOP tidak perlu dirawat inap, dapat kembali bekerja seperti biasa. Luka operasi akan sembuh atau kering dalam waktu 3-5 hari.

3)      Tehnik pembakarann (cauterisasi)
Tehnik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran (cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak perlu insisi terlebih dahulu (no scalpel vesectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa sel benih berada dan setelah pipanya ketemu, dilakukan cauterisasi. Hasilnya sama-sama membuat buntu pipa penyalur sel benih.

B.     Teknik MOW/ Tubektomi
Tubektomi/Kontrasepsi mantap adalah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan yaitu memotong tuba fallopii/tuba uterine yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan memperoleh keturunan lagi dan bersifat permanen. Metode kontrasepsi permanen yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin atau boleh memiliki anak (karena alasan kesehatan). Disebut permanen karena metode kontrasepsi ini hampir tidak dapat dibatalkan (reversal) bila kemudian anda ingin punya anak lagi. Pembatalan masih mungkin dilakukan, tetapi membutuhkan operasi besar dan tidak selalu berhasil. Ada beberapa cara melakukan teknik tubektomi/sterilisasi, yaitu :
1.      Dengan memotong saluran telur (tubektomi) :
a.       Cara Pomeroy
Cari tuba lalu angkat pada pertengahannya sampai membentuk lengkungan. Bagian yang berada dibawah klem, diikat dengan benang yg dapat diserap oleh jaringan. Lakukan pemotongan (tubektomi) pada bagian atas ikatan, setelah luka sembuh dan benang ikatan diserap, kedua ujung tuba akan berpisah satu dan lainnya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqfsixKDeGdDHIy3GBNnjcBu1LIv8GIp0bfEIpoa5UtGFea9bemgWsHBq5cQxEH6gsRbF5ka0g3mf-r4TUokbHP6b1ChPgNmfuUPZLpK7LRfu0znvxbk9E_LCu29vSVDDU61hZTYlQ-Bqy/s1600/images124.jpg

b.      Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria. jahitan ini diikat dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh finbria dipotong. Setelah pasti tidak ada perdarahan, maka tuba dikembalikan ke dalam rongga perut. Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%.
c.       Cara Madlener
Cari tuba, angkat pada pertengahannya dan klem. bagian bawah klem, diikat dengan benang yang mudah diserap oleh jaringan, kemudian klem dilepas dan dibiarkan tanpa dilakukan pemotongan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiURtZ4zn8CXYLLRZP1Zntrvb1bgDHIwqs3qwJgjy3JRjgpWN3hpyrdABiMBlAv9hxt0sjbTKFZ4JtMIwNfXQ3bll8sAT_J9doWLh9mqfzicnZoAZqvAsz0t5rjVbt3d7YMXNzlMfaxbSk-/s200/Copy+of+Copy+of+images128.jpg
d.      Cara Aldridge
Buat insisi kecil pada peritonium, buka sedikit dengan klem. Tangkap fimbira, lalu tanamkan kedalam atau dibawah ligamentum. Luka dijahit dengan beberapa jahitan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPIWk7qgd62zEScSp5FNbwSOsYxNiKbAmsVftDKvhAuc44cNl5kJ1j7nOgIFfdtDtdEs70RQSyNvsUU5GytDo-caKOqX3IiiCLM4DHPL0vHBaGt5I-Dx9y8u1JbLTbw8SVy7Oq7-PfkTgX/s200/images204.jpg

e.       Cara Uchida
Tuba dicari dan dikaitkeluar, kemudian disekitar ampula tuba disuntikkan larutan salin-adrenalin. Didaerah ini di lakukan insisi kecil, tuba diikat kemudian dipotong
f.       Cara Irving
Tuba diikat pada dua tempat dengan benang yang dapat diserap, lalu dilakukan tubektomi diantara kedua ikatan. Dibuat insisi kecil kedalam miometrium pada sudut tuba fundus uteri. Ujung sebelah proksimal dibenamkan kedalam insisi miometrium tadi. Ujung bagian distal boleh pula dibenamkan ke ligamentum latum.

2.      Dengan menjepit saluran telur :
a.       Pemasangan cincin falope ( yoon ring ) terbuat dari silikon.
Bagian ismus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah dan akan menjadi fibrotik. Pemasangan cicin falope dapat dilakukan pada laparatomi mini, laparoskopi, atau dengan laprokator.
b.      Pemasangan klip.
Klip yang digunakan klip yang memberikan kerusakan minimal pada tuba sehingga memungkinkan dilakukan rekanalisasi. klip Filshie mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tuba yang udem.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiscyFeSJto8YnIk05m4mSr1k0iHlHjz_KsUjmOl02jus6t-Gu3EZCtiCb5pZ_hWCvAx9SODqTArk9fVcRQm-6louj16D_3MJtjK17nSPmJG1uEjJXlwIxBDTRVkGD0qbpjWm3wKoPkArio/s200/images130.jpg

3.      Dengan membakar saluran telur dengan menggunakan aliran listrik : Fulgurasi, Koagulasi, dan Kauterisasi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBt-AcbbLPFmz2-ydaRly8PasBulXKn7KX14ENxFHZrgQrTbnwWVRUH6w7SrkNj5eHuvQMBD1wwtWHFnEKDJ58mRHx8fBezuMxjD9yxmm4ojYNOW2DyeErsBGZkz9cPeTCEa65pZpQsNKG/s200/images000.jpg

Beberapa teknik melakukan sterilisasi :
a.        Laparoskopi
Suatu teknik operasi yang menggunakan alat berdiameter 5 hingga 12 mm untuk menggantikan tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah didalam rongga perut. Untuk melihat organ didalam perut tersebut digunakan kamera yang juga berukuran mini dengan terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat ruangan dirongga perut lebih luas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat layar monitor dan mengoperasikan alat tersebut dengan kedua tangannya. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvXilOl5A2dfkdt4B8CwBoc3Pbn3mqd1rX4CHkJpNxPJwZfYtpoamOc-R0BfQoJhiYMTtWTzLBEjD1-hZog5VozhGH5milNeFAkJ4_JRNh8KQks-kLlMdNfp5Rd3E0owggeuUbhf31JWav/s200/index31.jpg
b.      Mini-Laparotomi
Mini-Laparotomi (minilap) adalah suatu cara sterilisasi yaitu dengan operasi kecil untuk mencapai saluran telur, melalui sayatan kecil sepanjang 1-2,5 cm pada dinding perut.
  
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSnLsYIVC32TGBSEyjl03S96mVjyQ8nlm9LHCRmUTnJ91E97CzDKpol0QSyOz8aG247tD9TQddXazPDUA4efktGh9tLhYR5tSbdYim1jl6WGO6rJ6fm3dBs44atrr4mBhAZzUUTy5wYE10/s200/images212.jpg



           
                       


Loading